Mencari Superman Superwoman

Indonesia dengan penduduk sekitar 220 juta adalah negara empat terbesar di dunia. Indonesia berada di bawah Republik Rakyat China yang berpenduduk 1,298 miliar, India 1.065 miliar,dan Amerika Serikat sekitar 297 juta.

Namun, Indonesia jauh lebih besar dari banyak negara, seperti Rusia yang hanya berpenduduk 143 juta, Jepang 127 juta, Jerman 82 juta, Perancis 62,9 juta, Inggris 60,2 juta, Arab Saudi 25,7 juta, Venezuela 25,01 juta, Malaysia 23,52 juta, Australia 19,9 juta, terlebih Singapura 4,35 juta.

Berarti, pemimpin Indonesia juga setidaknya harus sekaliber Presiden China Hu Jintau, Perdana Menteri India Manmohan Singh, atau Presiden AS George W Bush.Pemimpin Indonesia harus lebih handal dari Dimitri Medvedev, Yasuo Fukuda, Tony Blair, Malik Abdullah bin Abdul Aziz, Huga Chavez, Abdullah Ahmad Badawi, atau Lie Hsien Long. Terlebih lagi Indonesia memiliki segudang persoalan yang mungkin hanya bisa diselesaikan oleh orang-orang berkualitas super.

Indeks pembangunan manusia Indonesia menempati urutan 108 dari 177 negara. Indeks persepsi korupsi tahun 2007 juga masih rendah yaitu 2,3 sehingga menempatkan Indonesia sebagai 37 negara terkorup di dunia. Belakangan ini bahkan terungkap, korupsi sudah merambah ke banyak lembaga negara atau mantan dan pejabat negara, mulai dari Kementerian, Mahkamah Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, Kedutaan Besar, Partai Politik, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian, dan Kejaksaan. Kita seakan hidup di "negeri mafia".

Namun demikian, Indonesia sesungguhnya menyimpan potensi luar biasa. Negeri ini kaya sumber daya alam, manusia, dan budaya.Indonesia memiliki 17.000 pulau dengan keragaman budaya luar biasa, yaitu 583 bahasa dan dialek. Negeri ini juga banyak memiliki sumber daya alam tak terbarukan seperti minyak, batubara, emas, gal alam, dan lainnya.

Indonesia juga dikenal sebagai negara megadiversity. Indonesia memiliki 10% tumbuhan berbunga di dunia, 12% binatang menyusui, 16% reptilia dan amfibi, 17% burung, 25 % ikan dan 15% serangga. Dalam dunia satwa, Indonesia juga mempunyai sekitar 500-600 jenis mamalia besar (36% endemik), 35 jenis primata (25%), 78 jenis paruh bengkok (40%), dan 212 kupu-kupu (44%).

Sumber daya manusia Indonesia juga sesungguhnya tidak kalah. Prof Yohanes Surya, fisikawan dan peneliti kelahiran Jakarta 6 November 1963 telah membuktikan itu. Dengan ketekunan mencari anak berbakat di seluruh Indonesia dan menggemblengnya, dia berhasil membimbing 55 pelajar SMU menggondol banyak medali emas dari kompetisi internasional fisika dan matematika yang diikuti seratusan negara.

"The man behind the gun."Siapa yang berada di depan memimpin negeri ini adalah faktor penting.(Tim Blog)

Rabu, 30 Juli 2008

PESAN MANDIRI DARI ABAD 20



Seorang India duduk dengan kaki tanpa alas. Menggunakan kain terusan putih dan kaca mata murahan, mempelajari tulisan pensil di tangannya. Foto hitam putih ini muncul beberapa waktu lalu di beberapa toko dengan lambang sama di pojok kiri foto itu, sebuah apel berwarna pelangi. Perusahaan komputer terkemuka, Apple yang mewakili modernisasi dan kompleksitas teknologi menggunakan Gandhi, seorang sederhana menggunakan pensil, bukan komputer. Di bawah lambang apel itu tertulis bahasa slang Amerika “Think Different”.

Sebuah kebalikan pesan yang hebat menurut Salman Rushdie yang menulis artikel ini pada 1998. Gandhi, pada masa kini ditampilkan sebagai orang yang bermoral, dan dengan lebih bermoral,--seperti juga pesan dalam film Gandhi buatan Hollywood, Inggris akhirnya mau mundur.

Pada masanya, Mohandas Karamchand Gandhi adalah seorang perintis, kemerdekaan berpikir, bertindak bagi orang India. Inspirasi yang memberikan pengikutnya cara berpikir mandiri (Swadesi), teguh memegang kebenaran (Satyagraha), dan berjuang tanpa kekerasan (Ahimsa). Tak perlu banyak cakap, pasif, dan membangun lingkungan untuk negara, menjadi pesan yang ditangkap banyak tokoh besar lain; Albert Einstein atau Dalai Lama, di belahan dunia lain.

Kekaguman orang pada militansinya, menahan lapar, dan tetap semangat berjalan, melakukan perjalanan panjang, juga diikuti Jawaharlal Nehru, pemimpin India yang disebut sebagai “murid Gandhi.” “Saya melihatnya berjalan teguh, bersanding tangan dengan para pengikutnya, menuju Dandi pada Salt March (pawai garam pada 1930). Sebuah keteguhan pada prinsip mencari kebenaran, diam, dan damai, dan tanpa takut, walau dengan resiko apapun.”

Nehru yang kelak dikenal sebagai pemimpin sekaligus penggagas persatuan Asia Afrika bersama Soekarno, lebih lanjut berujar tentang Gandhi,”Hidupnya adalah pesan (kehidupan).”

Salman, yang menulis tentang Gandhi, untuk Time Asia pada 100 orang ternama abad 20, menuliskan kegelisahannya pada India, dan dunia, tentang citra Gandhi yang lebih dikenal kalemnya daripada keteguhan dan ajarannya yang mandiri. India saat ini menelurkan pula glamournya kehidupan, teknologi modern, uang dan kekuasaan. India menjadi salah satu kekuatan nuklir di Asia saat ini.

Hal ini, pernah juga diutarakan seorang penulis India kepada pengikut Gandhi yang menjadi penguasa pada 1970an,“Filsafat hidup Gandhi tentang kesederhanaan dalam masyarakat akan menjadi sesuatu yang aneh.” Karena ya kekalemannya itu, melawan dengan pasif. Citra ini sendiri buat Asia, terutama dan dunia pada umumnya, tak sepenuhnya diamini.

Lihat saja India saat ini. Perusahaan baja milik Mittal, yang ingin menginvestasikan duitnya ke Krakatau Steel, Indonesia, sepintas memberikan citra India ingin berekspansi. Negeri yang dulunya berjuang untuk merdeka, ingin menguasai aset strategis negeri lain. Boleh jadi apa yang diucapkan sang penulis betul.

Tapi, tentang India, sudah memiliki perjuangan panjang tentang terbangunnya sumber daya manusia yang kompetitif, dengan sederet institusi pendidikan kelas dunia, terutama di bidang teknologi, sebut saja Indian Institute of Technology ( IIT ), Indian Institute of Science ( IISc ), All India Institute of Medical Sciences ( AIIMS ), atau National Institute of Technology ( NIT ) yang masuk ke dalam jajaran 300 perguruan tinggi terbaik dunia. Untuk bidang manajemen, India juga memiliki sekolah bisnis terbaik ( Institute of Management ), yang berlokasi di Ahmedabad dan para lulusannya banyak dilirik oleh kalangan multinasional.

Inilah yang menurut Salman, Gandhi tak cuma mewarisi kekaleman dan keteguhan (Ahimsa dan Satyagraha), tapi juga intelektualitas yang mandiri (Swadesi). Gandhi, sebelum kembali ke India, adalah seorang pengacara kenamaan di Afrika Selatan. Dia melawan setelah melihat banyak ketidakadilan yang diterima warga di sana, yang mengingatkannya pada tanah airnya. Bapak Bangsa India kelahiran 2 Oktober 1869 itupun balik kanan, meninggalkan kemewahannya sebagai pengacara, dan memimpin India mandiri.

Sehingga, walaupun banyak pengikut Gandhi yang melihat pada kealimannya, keteguhannya untuk diam, berdamai, masih ada yang melihatnya sebagai seorang yang inspiratif. Memberikan efek kemandirian, membangun negeri India. “Melawan dunia saat ini, lebih baik menggunakan inteligensia Gandhi, ketimbang kealimannya,” tutur Salman.

Itulah yang dilakukan pemimpin negara berpenduduk kedua terbesar dunia itu. Menguatkan inteligensia, kemampuan sumber daya manusianya. Hasilnya, India adalah negara pesaing penyedia pakar teknologi informasi dunia, di samping Amerika Serikat dan Eropa Timur. Belum lagi kekuatan teknologi nuklir, yang digunakan sebagai energi.

Tiga tahun lalu, saat perhelatan 50 tahun Asia Afrika di Bandung, saya sempat berbincang dengan beberapa wartawan India. Saya bertanya, apa yang membuat masyarakat mereka maju—walau tak tampak keglamouran di kota-kotanya yang sempit? Mereka balik bertanya, ada berapa ratus koran dan pustaka yang dibaca di desa-desa Indonesia?

Mereka bercerita, lebih dari 200 koran beredar di India, plus buku-buku murah dibaca di bilik rumah pemuda-pemudi desa India—yang membuat India cepat memberantas buta huruf--ketimbang nonton televisi dan opera sabun.

(Time dan pelbagai sumber)

Tidak ada komentar: