
Seorang India duduk dengan kaki tanpa alas. Menggunakan kain terusan putih dan kaca mata murahan, mempelajari tulisan pensil di tangannya. Foto hitam putih ini muncul beberapa waktu lalu di beberapa toko dengan lambang sama di pojok kiri foto itu, sebuah apel berwarna pelangi. Perusahaan komputer terkemuka, Apple yang mewakili modernisasi dan kompleksitas teknologi menggunakan Gandhi, seorang sederhana menggunakan pensil, bukan komputer. Di bawah lambang apel itu tertulis bahasa slang Amerika “Think Different”.
Sebuah kebalikan pesan yang hebat menurut Salman Rushdie yang menulis artikel ini pada 1998. Gandhi, pada masa kini ditampilkan sebagai orang yang bermoral, dan dengan lebih bermoral,--seperti juga pesan dalam film Gandhi buatan Hollywood, Inggris akhirnya mau mundur.
Pada masanya, Mohandas Karamchand Gandhi adalah seorang perintis, kemerdekaan berpikir, bertindak bagi orang India. Inspirasi yang memberikan pengikutnya cara berpikir mandiri (Swadesi), teguh memegang kebenaran (Satyagraha), dan berjuang tanpa kekerasan (Ahimsa). Tak perlu banyak cakap, pasif, dan membangun lingkungan untuk negara, menjadi pesan yang ditangkap banyak tokoh besar lain; Albert Einstein atau Dalai Lama, di belahan dunia lain.
Kekaguman orang pada militansinya, menahan lapar, dan tetap semangat berjalan, melakukan perjalanan panjang, juga diikuti Jawaharlal Nehru, pemimpin India yang disebut sebagai “murid Gandhi.” “Saya melihatnya berjalan teguh, bersanding tangan dengan para pengikutnya, menuju Dandi pada Salt March (pawai garam pada 1930). Sebuah keteguhan pada prinsip mencari kebenaran, diam, dan damai, dan tanpa takut, walau dengan resiko apapun.”
Nehru yang kelak dikenal sebagai pemimpin sekaligus penggagas persatuan Asia Afrika bersama Soekarno, lebih lanjut berujar tentang Gandhi,”Hidupnya adalah pesan (kehidupan).”
Salman, yang menulis tentang Gandhi, untuk Time Asia pada 100 orang ternama abad 20, menuliskan kegelisahannya pada India, dan dunia, tentang citra Gandhi yang lebih dikenal kalemnya daripada keteguhan dan ajarannya yang mandiri. India saat ini menelurkan pula glamournya kehidupan, teknologi modern, uang dan kekuasaan. India menjadi salah satu kekuatan nuklir di Asia saat ini.
Hal ini, pernah juga diutarakan seorang penulis India kepada pengikut Gandhi yang menjadi penguasa pada 1970an,“Filsafat hidup Gandhi tentang kesederhanaan dalam masyarakat akan menjadi sesuatu yang aneh.” Karena ya kekalemannya itu, melawan dengan pasif. Citra ini sendiri buat Asia, terutama dan dunia pada umumnya, tak sepenuhnya diamini.
Lihat saja India saat ini. Perusahaan baja milik Mittal, yang ingin menginvestasikan duitnya ke Krakatau Steel, Indonesia, sepintas memberikan citra India ingin berekspansi. Negeri yang dulunya berjuang untuk merdeka, ingin menguasai aset strategis negeri lain. Boleh jadi apa yang diucapkan sang penulis betul.
Tapi, tentang India, sudah memiliki perjuangan panjang tentang terbangunnya sumber daya manusia yang kompetitif, dengan sederet institusi pendidikan kelas dunia, terutama di bidang teknologi, sebut saja Indian Institute of Technology ( IIT ), Indian Institute of Science ( IISc ), All India Institute of Medical Sciences ( AIIMS ), atau National Institute of Technology ( NIT ) yang masuk ke dalam jajaran 300 perguruan tinggi terbaik dunia. Untuk bidang manajemen, India juga memiliki sekolah bisnis terbaik ( Institute of Management ), yang berlokasi di Ahmedabad dan para lulusannya banyak dilirik oleh kalangan multinasional.
Inilah yang menurut Salman, Gandhi tak cuma mewarisi kekaleman dan keteguhan (Ahimsa dan Satyagraha), tapi juga intelektualitas yang mandiri (Swadesi). Gandhi, sebelum kembali ke India, adalah seorang pengacara kenamaan di Afrika Selatan. Dia melawan setelah melihat banyak ketidakadilan yang diterima warga di sana, yang mengingatkannya pada tanah airnya. Bapak Bangsa India kelahiran 2 Oktober 1869 itupun balik kanan, meninggalkan kemewahannya sebagai pengacara, dan memimpin India mandiri.
Sehingga, walaupun banyak pengikut Gandhi yang melihat pada kealimannya, keteguhannya untuk diam, berdamai, masih ada yang melihatnya sebagai seorang yang inspiratif. Memberikan efek kemandirian, membangun negeri India. “Melawan dunia saat ini, lebih baik menggunakan inteligensia Gandhi, ketimbang kealimannya,” tutur Salman.
Itulah yang dilakukan pemimpin negara berpenduduk kedua terbesar dunia itu. Menguatkan inteligensia, kemampuan sumber daya manusianya. Hasilnya, India adalah negara pesaing penyedia pakar teknologi informasi dunia, di samping Amerika Serikat dan Eropa Timur. Belum lagi kekuatan teknologi nuklir, yang digunakan sebagai energi.
Tiga tahun lalu, saat perhelatan 50 tahun Asia Afrika di Bandung, saya sempat berbincang dengan beberapa wartawan India. Saya bertanya, apa yang membuat masyarakat mereka maju—walau tak tampak keglamouran di kota-kotanya yang sempit? Mereka balik bertanya, ada berapa ratus koran dan pustaka yang dibaca di desa-desa Indonesia?
Mereka bercerita, lebih dari 200 koran beredar di India, plus buku-buku murah dibaca di bilik rumah pemuda-pemudi desa India—yang membuat India cepat memberantas buta huruf--ketimbang nonton televisi dan opera sabun.
(Time dan pelbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar